14 Januari 2010

Golkar Sulsel di Tangan Syahrul



Harian Fajar
Rubrik Opini (Halaman 4)
Senin, 11 Januari 2010

Golkar Sulsel di Tangan Syahrul

Oleh: Asnawin
(Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Satria Makassar)

Perilaku organisasi kadang-kadang dituduh telah menjadi alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa. Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu, perilaku organisasi dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan organisasi dan keberhasilan kerja orang-orang yang berkecimpung di dalamnya.

Seperti manusia, organisasi juga punya nama, punya tubuh (struktur), punya sifat, punya karakter, dan punya perilaku. Organisasi juga dipengaruhi oleh iklim dan lingkungan. Kemampuan beradaptasi dengan iklim dan lingkungan memungkinkan organisasi mampu bertahan hidup dan berusia panjang.

Salah satu jenis organisasi yang paling banyak dibicarakan orang dan sangat besar pengaruhnya dalam pemerintahan dan kemasyarakatan adalah organisasi partai politik. Iklim dan lingkungan perpolitikan di Indonesia yang sangat tidak menentu, telah membuat banyak organisasi partai politik yang gagal mempertahankan hidupnya, sehingga mati dan hilang dari peredaran. Ada juga partai politik yang "hidup segan mati tak mau."

Iklim Pemilu 2009 misalnya, telah menumbangkan puluhan organisasi partai politik (parpol) sehingga kini hanya sembilan parpol yang mampu bertahan hidup di level nasional. Salah satu parpol yang mampu beraklimatisasi dengan Pemilu 2009 adalah Partai Golkar.

Kemampuan Partai Golkar beraklimatisasi, bertahan hidup, dan bahkan menjadi organisasi parpol yang menonjol di antara organisasi sejenis di Indonesia, tidak terlepas dari nama, tubuh (struktur), sifat, karakter, dan perilakunya selama ini.

Partai Golkar Sulawesi Selatan adalah salah satu contoh yang sangat bagus untuk dijadikan bahan diskusi dan bahan penelitian tentang bagaimana sebuah organisasi parpol mampu bertahan hidup dan menjadi terkemuka di antara organisasi sejenis di daerah ini.

Tulisan ini tidak akan membahas sejarah dan perkembangan partai berlambang pohon beringin rindang itu di Sulawesi Selatan, tetapi mencoba melihat bagaimana perilaku Partai Golkar Sulsel sebagai sebuah organisasi parpol di bawah "kendali" Syahrul Yasin Limpo, serta sedikit gambaran tentang sosok Syahrul Yasin Limpo sebagai birokrat dan sebagai organisatoris.

Pada Musda Partai Golkar Sulsel pertengahan November 2009, Syahrul Yasin Limpo yang tidak lain Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan itu, terpilih sebagai ketua DPD I Partai Golkar Sulsel periode 2009-2015 melalui cara musawarah untuk mufakat.

Musyawarah untuk mufakat adalah salah satu perilaku dalam sebuah organisasi (organization behavior). Orang yang berkecimpung di organisasi parpol sangat memahami bahwa setiap kali orang berinteraksi dalam organisasi maka banyak faktor yang ikut bermain di dalamnya.

Setelah terpilih menjadi ketua, Syahrul Yasin Limpo bersama beberapa formatur kemudian menyusun struktur kepengurusan serta memilih orang-orang yang dianggap pantas dan mampu bekerja sama dengan baik dalam mengurus dan membesarkan Partai Golkar Sulsel.

Penyusunan struktur dan pemilihan pengurus sebuah organisasi parpol juga menggambarkan perilaku organisasi. Struktur kepengurusan Partai Golkar Sulsel tidak terlepas dari tindakan-tindakan ketua, formatur, dan pengurus lainnya. Merekalah yang menciptakan struktur, memutuskan, dan juga berkewajiban memeliharanya sehingga Partai Golkar Sulsel dapat tetap eksis ke depan.

Sebagai sebuah perilaku, penyusunan struktur dan pemilihan orang-orang yang duduk dalam struktur tersebut tentu tidak semua orang senang dan bisa menerimanya. Bentuk penolakan itu dapat dilihat dari reaksi internal dan eksternal.

Salah satu reaksi tersebut adalah pengumuman pengunduran diri Ilham Arief Sirajuddin dari kepengurusan Partai Golkar Sulsel. Ilham Arief Sirajuddin adalah ketua umum pengganti antar-waktu Partai Golkar Sulsel selama beberapa bulan di tahun 2009 dan juga satu-satunya pesaing Syahrul Yasin Limpo pada Musda partai tersebut November 2009.

Bukan Manusia Standar

Terpilihnya Syahrul Yasin Limpo sebagai ketua melalui cara musyawarah untuk mufakat, bagaimana struktur kepengurusan saat ini, dan siapa-siapa saja yang duduk dalam struktur tersebut, barulah langkah awal dari berbagai kemungkinan perilaku Partai Golkar Sulsel ke depan. Kita masih akan menunggu bagaimana perilaku Partai Golkar Sulsel di tangan Syahrul dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi perpolitikan di daerah ini dan secara nasional.

Kita masih akan melihat bagaimana perilaku Partai Golkar Sulsel dalam menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah kabupaten se-Sulawesi Selatan pada tahun 2010 dan pada berbagai agenda politik lima tahun ke depan.

Sebagai seorang mantan bupati dan sebagai Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan yang tengah berkuasa, Syahrul tentu memiliki banyak pengalaman dan juga memiliki kekuatan (power) dalam upaya mencapai tujuan dan berbagai agenda organisasi Partai Golkar Sulsel ke depan.

Dalam berbagai kesempatan, Syahrul menggambarkan dirinya sebagai orang yang mementingkan disain (by design) dan perencanaan (planning). Syahrul tidak suka mengikuti air yang mengalir dan sangat menghindari kecelakaan, termasuk kecelakaan politik.

Pria kelahiran 16 Maret 1955 itu bahkan selalu membuat beberapa perencanaan untuk setiap tujuan yang ingin dicapai. Jika rencana A gagal, maka Syahrul sudah siap dengan rencana B, dan seterusnya. Mungkin itulah yang membuat kariernya terus menanjak, baik di pemerintahan maupun di berbagai organisasi.

Dengan berbagai keberhasilannya di birokrasi dan di organisasi, maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Syahrul Yasin Limpo bukanlah manusia standar. Dia berada di atas standar atau di atas rata-rata orang Sulawesi Selatan pada umumnya dalam bidang yang digelutinya.

Perilaku Partai Golkar Sulsel dalam menyikapi berbagai situasi dan kondisi untuk menyukseskan program-program organisasi dan agenda yang telah disusun, termasuk situasi dan kondisi yang di luar perkiraan, tentu banyak dipengaruhi oleh Syahrul Yasin Limpo sebagai ketua umum. Syahrul pasti tidak sendirian dalam mengurus dan membesarkan Partai Golkar Sulsel. Di sana banyak individu dan juga ada faksi atau kelompok-kelompok. Bagaimana perilaku individu-individu dan faksi-faksi tersebut, sangat memengaruhi perilaku organisasi Partai Golkar Sulsel ke depan.

Di sinilah kelak akan dilihat bagaimana kemampuan Syahrul dalam memimpin Partai Golkar Sulsel, dalam melakukan komunikasi internal, dalam berkomunikasi dengan petinggi parpol lainnya, serta dalam mengatur perilaku organisasi partai politik yang dipimpinnya.

Satu hal yang tidak diharapkan yaitu jika perilaku Partai Golkar Sulsel ke depan akhirnya mendapat resistensi yang besar dari masyarakat, karena lebih mementingkan tujuan pribadi (para pengurusnya) dan kelompok, bukan mendahulukan kepentingan masyarakat.

Selamat atas pelantikan ketua dan pengurus Partai Golkar Sulsel, semoga masyarakat Sulsel mendapatkan manfaat dan memberi apresiasi positif atas perilaku organisasi partai ini ke depan. (**)

Kasus Prita; Membeli Pisang Epe dengan Dolar



Harian Fajar
Rubrik Opini (Halaman 4)
Rabu, 30 Desember 2009

Kasus Prita; Membeli Pisang Epe' dengan Dolar

Oleh: Asnawin
(Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Satria)

Ada tujuh unsur dalam komunikasi, yakni komunikator (orang yang mengirim pesan), pesan, media atau sarana, komunikan (orang yang menerima pesan), efek, umpan balik, serta lingkungan.

Komunikasi baru dikatakan mengena atau berhasil kalau pesan yang ingin disampaikan oleh seseorang (komunikator) benar-benar sampai kepada orang yang dikirimi pesan (komunikan), apalagi kalau pesan tersebut memberi efek atau berdampak dan kemudian mendapat umpan balik dari komunikan.

Di Indonesia, negara kita tercinta, tampaknya banyak komunikasi yang tidak mengena atau tidak berhasil, karena banyak komunikator (kata yang bersepupu dengan provokator) yang mengirim pesan kepada komunikan yang salah dan di lingkungan yang salah.

Mahasiswa misalnya. Mereka sering melakukan aksi unjukrasa dengan maksud ingin menyampaikan pesan kepada penguasa, bahwa mereka kecewa, marah, atau tidak setuju terhadap sesuatu yang dilakukan atau diputuskan oleh penguasa.

Sayangnya, aksi unjukrasa tersebut dilakukan di jalan raya pada saat arus lalu lintas sedang padat. Artinya, pesannya justru disampaikan kepada masyarakat yang kebetulan lewat di jalan raya tersebut.

Akibatnya, masyarakat menjadi terganggu aktivitasnya dan kadang-kadang masyarakat memberikan reaksi, sehingga terjadilah keributan antara mahasiswa dengan masyarakat.
Pada saat yang sama, penguasa mungkin sedang sibuk melaksanakan tugas-tugasnya dan sama sekali tidak tahu dengan adanya aksi unjukrasa mahasiswa.

Kalau pun ada wartawan yang meliput aksi unjukrasa tersebut dan disiarkan oleh media massa, belum tentu penguasa mendengarnya lewat radio, menyaksikan siarannya di televisi, dan atau membaca beritanya di media cetak. Mungkin juga penguasa tidak peduli dan tidak akan memberikan reaksi apa-apa.

Dalam beberapa kasus lain, justru banyak orang atau pihak yang memberikan umpan balik atau reaksi atas pesan yang sebenarnya bukan ditujukan untuk mereka.

Contoh kasus yang masih hangat yaitu reaksi yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Omni International (di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten), atas uneg-uneg atau pesan yang disampaikan oleh Prita Mulyasari kepada sejumlah orang di sebuah grup milis.

Prita Mulyasari menulis uneg-unegnya lewat milis (grup email) tentang pelayanan yang diterima saat dirawat di rumah sakit Omni International. Artinya uneg-uneg atau pesan tersebut ditujukan kepada sejumlah orang yang bergabung di grup milis yang sama dan bukan ditujukan kepada pihak Rumah Sakit Omni International.

Anehnya, pihak Rumah Sakit Omni International memberikan reaksi yang berlebihan dengan melaporkan Prita kepada pihak berwajib. Lebih aneh lagi, karena pihak berwajib kemudian memproses laporan tersebut yang berbuntut penahanan dan denda ratusan juta rupiah kepada Prita.

Pihak Rumah Sakit Omni International mungkin ingin memberikan pelajaran atau efek jera kepada Prita, tetapi yang terjadi kemudian adalah masyarakat Indonesia dari berbagai penjuru tanah air membela dan bahkan memberi bantuan kepada Prita, dengan cara mengumpulkan uang koin rupiah untuk membayar denda yang dijatuhkan pengadilan kepada Prita.

Pengumpulan koin tersebut secara tidak langsung merupakan ejekan dan penghinaan kepada pihak Rumah Sakit Omni International dan pihak pengadilan yang menjatuhkan hukuman kepada Prita.

Mata Uang

Pihak Rumah Sakit Omni International mungkin lupa atau tidak tahu bahwa setiap negara ada mata uangnya masing-masing.

Grup milis itu dapat diibaratkan sebagai sebuah negara. Grup milis adalah sebuah komunitas pengguna email. Kelompok arisan keluarga atau kelompok arisan ibu-ibu rumah tangga dalam sebuah kompleks perumahan, juga sebuah komunitas.

Sebagai sebuah negara, sebagai sebuah komunitas, grup milis dan kelompok arisan ibu-ibu tentu punya mata uang masing-masing. Punya aturan dan cara bermain masing-masing.

Apa yang terjadi atau apa yang diperbincangkan di komunitas sebuah grup milis atau di sebuah komunitas arisan ibu-ibu, tidak perlu dicampuri atau ditanggapi oleh orang luar. Sekali pun perbincangan itu menyangkut orang luar.

Kalau ada orang luar yang masuk lalu memberikan reaksi atas perbincangan yang terjadi di grup milis atau di kelompok arisan ibu-ibu, maka itu berarti orang luar tersebut secara tidak langsung telah membeli pisang epe’ (makanan khas Sulawesi Selatan) di Kota Makassar dengan menggunakan uang dolar Amerika Serikat.

Penjual pisang epe’ atau orang Makassar pasti akan heran, tertawa, dan atau marah kalau ada orang Amerika Serikat yang membeli pisang epe’ dengan uang dolar. Mungkin akan sama heran, tawa, dan atau marahnya orang Italia kalau ada orang Indonesia yang membeli pizza di Kota Roma dengan uang rupiah.

Begitulah yang terjadi dalam kasus Prita Mulyasari. Banyak orang yang heran, tertawa, dan atau marah kepada pihak Omni International, karena menganggap pihak Omni International telah salah alamat dan keterlaluan.

Salah alamat karena memberikan reaksi terhadap pesan yang bukan ditujukan untuk mereka, dan keterlaluan karena memaksakan membeli pisang epe’ di Pantai Losari Makassar dengan menggunakan uang dolar Amerika Serikat.

Selamat tahun baru 2010. Semoga tidak banyak lagi komunikator yang memberikan pesan kepada komunikan yang salah di lingkungan yang salah seperti banyak terjadi pada tahun 2009.

Semoga tidak ada lagi orang atau pihak yang memberikan umpan balik atau reaksi atas pesan yang sebenarnya bukan ditujukan untuk mereka, seperti yang terjadi pada kasus Prita Mulyasari pada tahun 2009. ***

Ethos, Pathos, dan Logos Presiden SBY



Dalam ilmu komunikasi, SBY dapat dikategorikan sebagai seorang komunikator yang berhasil. SBY mampu mengirim pesan kepada khalayak (rakyat) bahwa dirinya adalah orang yang punya kemampuan dalam memimpin negara, sopan, bermoral, dan dirinya bersih dari KKN.